Take me with you
Aku mencari – cari
sosok mas Danu di Bandara Juanda. Aku baru landing dari Makasar setelah 2
minggu pelatihan K3 Nasional yang diikuti seluruh departement K3 semua Rumah
Sakit Umum Daerah se – Indonesia. Padahal besok aku mengikuti prosesi akad
nikah dengan mas Danu. Senyumku terkembang ketika kulihat sosok mas Danu ada di
ruang tunggu. Aku segera menuju kearahnya dan mencium tangannya.
“Lapar gak...???”,
tanyanya.
“Sendirian
mas....??”,
“Iya, tamunya Ibu
banyak banget, adek sibuk nyiapin pedangpora, jadi yang jemput tuan puteri
aku”, aku cemberut. Aku tahu mas Danu sudah uring – uringan sejak awal
keberangkatanku ke Makasar.
“Iya maaf ya, gak
bisa bantuin apa – apa.....”
“Lapar gak, klo gak
lapar kita langsung pulang, udah malam biar cepet nyampe rumahnya”.
Aku hanya mengikuti
langkahnya yang terkesan tergesa. Duh gusti, harusnya kami tidak lagi ada di
jalanan malam ini, harusnya aku dan mas Danu menikmati hari- hari menjelang
melepas masa lajang, bersama keluarga, menyalami tamu yang hadir.
“Lapar gak....?”,
ulangnya setelah sampai di parkiran Juanda.
“Gak....,”, jawabku
hampir tak terdengar.
Kami segera melaju
di jalanan Surabaya yang padat. Bergabung dengan suasana deru mesin kendaraan
yang tiada henti.
“Heran deh, kenapa
sih gak boleh ijin, padahal sudah mau menikah, susah banget..”, ku dengar mas
Danu menggerutu di balik kemudi.
“Karena hanya aku
yang qualified mas....”
“Tapi kan harus tau
waktu juga, gak bisa seenaknya kayak begini.......”
Lha....??? kok
diterusin ya....Aku hanya bisa memandangnya dalam diam.
“Instansi sipil tapi
komitmen melebihi militer...”, Ketusnya.
“Klo capek. Harusnya
yang jemput orang lain aja, atau aku bisa naek taxi.....gak harus mas yang
berangkat ke Surabaya...”
“Bukan masalah
jemput, tapi masalah peraturan di tempat kerjamu...”
“Setiap instansi
punya peraturan sendiri – sendiri. Aku gak protes kok mas mau pergi ke
Afganistan 1 hari setelah kita menikah....” Aku keluarkan juga keluh kesah yang
selama ini sebenarnya aku pendam. Pandanganku tetap lurus ke depan. Kurasakan
mas Danu memandangku dan menghentikan laju mobil dan menepi,
hmmmmmmm........persiapan perang beneran nih.
“Oke....jadi kamu
belum bisa menerima seluruh konsekuensi dari pkerjaanku??. Baik sebelum semuanya
terlanjur, sebelum kita akad nikah besok hakmu putuskan sekarang, mau lanjut
atau tidak.”
Aku menghela nafas.
Dengan ogah – ogahan aku memandangnya.
“Susah ngomong sama orang emosi, aku gak mau bahas.
Sudah.......”
Ku dengar mas Danu
menghela nafas panjang, aku cukup tahu bahwa dia sangat kesal.
“Hmmm ku kira kamu
sudah siap .......”, ujarnya sembari menatap jalanan.
“Aku
siap,...........”
“Tapi kamu bawa –
bawa dinasku di Afganistan.............”, kami berbicara tanpa menatap satu
sama lain,, hanya terdiam di jok mobil sembari menatap lurus ke depan.
“Aku hanya ingin mas
Danu mengerti, aku sudah berusaha mengerti mas Danu, bahkan ketika setelah
menikah mas harus pergi. Aku siap mas. Tapi mas juga harus belajar mengerti
pekerjaanku juga, bukankah begitu yang namanya saling memahami..........”,
tidak tahan juga aku menangis membayangkan mas Danu di Afganistan yang penuh
konflik itu, ya Tuhan..........
Detik berikutnya aku
sudah berada di dekapannya. Damai segera mengisi hatiku.
“Don’t go.....take
me with you......”, ujarku sesenggukan di dadanya.
“Kamu sudah janji
gak akan nangis....remember that....???”, ujarnya sembari membelai rambutku.
Kata – kata mas Danu
justru membuatku semakin sesenggukan, menangis. Hingga beberapa menit berlalu,
mas Danu memegang wajahku, mengambil
tisu dan tersenyum.
“Sudah ah nangisnya........”, ujarnya sembari
tangan kirinya berusaha mengusap airmataku. Aku meraih tangannya dan menciumnya
lama. Mas Danu kembali menghentikan mobilnya dan segera mendekapku lagi.
“Kamu kenapa sih
sayang.............”, nada bicara mas Danu mulai kawatir.
Damai memang, aku
menangis karena damai ini segera pergi setelah besok hari, meski hanya untuk
sementara.
“Oke, aku sudah
minta maaf kan....??? biasanya kan sudah....”,
Aku hanya tidak bisa
membayangkan mas Danu berangkat.....
“Honey..................”,
Mas Danu segera
mendekapku kembali.
“Take me with
you........................”, ujarku terisak. Aku belum bisa membayangkan dia pergi.
“Honey....sayang.
Sudah ya.........”
Flash
Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di
Facebook dan Twitter @Nulisbuku